Jumat, 28 Oktober 2016







Tidak Sekedar Ingin, Tapi Mimpin
“Kanda Muhammad Akhir”

Tidak semudah yang kita bayangkan untuk ikut perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ke jenjang berikutnya setelah lulus Latihan Kader I (LK I), seperti halnya Latihan Kader II (LK II). Karena mengikuti Latihan Kader II (LK II) harus mengikuti penyeleksian baik berupa makalah, jurnal dan essay. Hal  itu yang membuat salah satu  kader yang bernama Muhammad Akhir tetap bersemangat untuk meneruskan ke jenjang selanjutnya yaitu Latihan Kader II (LK II) walaupun harus menghadapi tantangan berupa bentuk penyeleksian data. Sosok Akhir merupakan salah satu kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Tarbiyah dan Keguruan yang asal kelahiran Bima, Nusa Tenggara Berat. Dia juga merupakan mahasiswa aktif dari Akademi Perindustrian (Akprind) semester lima, dan mengambil jurusan Teknik Informatika (TI). Walaupun dia berasal dari Akprind, sosok Akhir tetap mau belajar ke kampus lain, dan juga ke mahasiswa yang berbeda kampus untuk berproses dalam berorganisasi. Karena berorganisasi merupakan perkumpulan dari berbagai orang untuk mencapai tujuan bersama. 
Usaha dan kesabaran merupakan pegangan dasar yang selalu dipakai oleh sosok Akhir. Walaupun dalam proses menuju Latihan Kader II (LK II) untuk HMI cabang Garut sempat gagal dan belum berhasil lolos penyeleksian berkas. Namun, tidak lah menjadi suatu hal yang fatal. Sosok Akhir tetap berusaha dan mencoba lagi, sehingga pada akhirnya pengiriman berkas kedua, dia berhasil lolos penyeleksian berkas Latihan Kader II (LK II) cabang Jember. Oleh kerenanya “Tidak ada usaha yang maksimal untuk menghianati hasil yang maksimal” selahi kita mau yakin, usaha, maka kita akan sampai kepadsa tujuan. Demikianlah nilai-nilai yang selalu ditanamkan oleh HMI kepada para kadernya.


Ungkapan dari sosok Akhir setelah mengikuti Latihan Kader II (LK II). “Banyak hal yang saya dapatkan dalam pelaksanakan Latihan Kader II (LK II) di cabang Jember kemarin. Disisi lain mendapatkan teman baru, saya juga mendapatkan pengalaman yang cukup luar biasa, yaitu saya mampu bersaing dengan bintang-bintang yang mewakili cabangnya masing-masing. Dan saya tahu bahwa mereka adalah kader terbaik yang mereka miliki. Maka itu saya harus mampu bersaing diantara bintang-bintang yang menjadi perwakilan cabang-cabang dari mereka semua.” Walaupun sosok Akhir adalah pengurus dari sebuah Lembaga Pers Mahasiswa Islam bagian layouter, sedangkan peserta-peserta yang lain merupakan pengurus-pengurus komisariat ataupun pengurus cabang. Dimulai dari screening, dia mampu mendapatkan nilai tertinggi hingga sosok Akhir tetap berusaha dan mampu bersaing dan berdiskusi dan aktif didalam forum. Sehingga itu lah yang menghantarkan sosok Muhammad Akhir menjadi peserta terbaik Latihan Kader II (LK II)  yang dilaksanakan pada tanggal 16 – 23 Oktober 2016 di HMI cabang Jember.
Oleh karenanya bagi para kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada umumnya, dan juga pada khususnya anggota HMI Komisariat Tarbiyah dan Keguruan. Menjadi seorang kader tidak cukup dengan kita berhenti dalam berproses, tetapi selagi ada waktu dan kesempatan. Mari bersungguh-sungguh dalam berproses. Sehingga kita banyak mendapatkan pengalaman, pelajaran, dan penghargaan setelah kita berproses. Latihan Kader II (LK II) adalah jenjang perkaderan tingkat nasional, dan itu dihadiri oleh banyak orang seluruh Indonesia. Dan para orang-orang besar juga hadir untuk mengisi forum didalamnya. Oleh karenanya jangan pernah berhenti, dan seharusnya atau se-yogyanya kita harus ke jenjang yang lebih tinggi seperti Latihan Kader II (LK II) agar supaya kita benar-benar banyak mendapatkan pelajaran dari berorganisasi. Yuk LK II !!!! Yakusa !!!
Oleh: Amirul Majid

Kamis, 27 Oktober 2016



Seminar Nasional & Maperca Akbar Bersama Akbar Tanjung
“Dalam Perspektif Pendidikan”


Kegiatan besar yang dilakukan oleh para kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di UIN Sunan Kalijaga memberikan keperihatinan terhadap semangat para mahasiswa secara publik baik untuk mahasiswa yang sudah aktif di organisasi atau belum mengikuti organisasi. Kegiatan ini diadakan oleh Kordinator Komisariat Himpunan Mahasiswa Islam (Korkom HMI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang bertepatan pada hari Selasa bertepatan pada tanggal 25 Oktober 2016. Kegiatan yang dilakukan oleh para kader HMI tersebut sangat menarik mahasiswa, karena dalam acara tersebut, panitia pelaksana dari Korkom HMI Sunan Kalijaga yang diketuai oleh Yunda Khoirun Nisa mampu mendatangkan alumni HMI yang sudah sukses dan menjadi tokoh nasional banyak dikenal orang, yaitu Akbar Tanjung.  Sehingga acara tersebut dihadiri oleh kurang lebih tiga ratus lima puluh mahasiswa yang berada didalam forum. Diantaranya kader HMI sendiri dan mahasiswa secara umum.
Menjadi mahahasiswa yang luar biasa tidak hanya tekun dalam akademik saja, akan tetapi juga harus dibarengi oleh aktif berorganisasi. Kita bisa mengambil contoh dari sosok Akbar Tanjung. Dia berhasil menjadi orang besar di Negara Indonesia karena dulunya dia aktif di berbagai organisasi, diantaranya Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan masih banyak keaktifan didalam organisasi lainnya. Beliau juga pernah menjadi ketua umum HMI cabang Jakarta tahun 1969-1970, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) tahun 1970-1974. Karena banyak pengalaman aktif di berbagai organisasi, walaupun sosok Akbar Tanjung lulusan Sarjana Teknik, beliau berhasil sampai kepada kursi pemerintahan sehingga beliau pernah menjabat ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke – 13 pada  tahun 1999-2004. Dan seperti yang diungkapkan oleh Bang Akbar Tanjung “Sukses dalam studi, dan juga sukses dalam berorganisasi. Karena bagaiamana kita bisa mengisi dan mengambil bagian didalam masyarakat didalam Indonesia dan bisa berperan aktif didalam masyarakat.”

Dalam acara tersebut juga dihadiri oleh para pimpinan UIN Sunan Kalijaga sekaligus mantan aktivis, diantaranya: H. Muhammad Arwani Thomafi sekarang menjadi ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Dewan Perwakilan Rakyat (alumni HMI), Almakin, Ph.D. sekarang menjabat ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) UIN Sunan Kalijaga (alumni HMI), Dr. Waryono Abdul Ghofur sekarang menjabat di Wakil Rektor III UIN Sunan Kalijaga (alumni PMII), Dr. Inayah Rahmaniyah sekarang menjabat di Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Bisnis dan Islam UIN Sunan Kalijaga (alumni HMI), dan Dr. Sri Wahyuni menjadi Wakil Dekan III Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga (alumni HMI). Dari berbagai data tersebut bahwasannya pentingnnya berorganisasi dan mempengaruhi softskill yang kita miliki untuk pengabdian masyarakat kedepannya. Seperti yang diungkapkan oleh Yunda Sri Wahyuni, “kita dapat melihat para pimpinan yang mantan aktivis atau tidak. Sehingga dengan berorganisasi merupakan seni kita mengatur bagaimana kita bisa mengahadapi permasalahan dengan baik contoh kecil ketika menghadapi mahasiswa”. Maka dari itu kita harus bisa membagi waktu dengan baik antara akademik kamus dan organisasi. Karena dengan itu lah membuat kita kedepan menjadi pribadi yang intelektual. Sehingga berguna bagia agama, bangsa, dan negara.
Pendidikan itu bisa kita dapatkan dibangku kelas atau diluar kelas. Pada dasarnya pendidikan itu ada 3 yaitu, pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal. Pendidian formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya, seperti SD, SMP, SMA, dan PTN. Pendidikan informal merupakan jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab, seperti pendidikan keluarga, homeschooling.sedangkan pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, seperti TPA, Kursus Musik, dan juga Organisasi.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi mahasiswa islam yang tertua yang mempunya tujuan dalam mempersatukan umat islam dan menyatukan masyarakat indonesia (NKRI). Sehingga dalam proses perkaderan menerapkan penanaman nilai keislaman dan kebangsaan, dan juga dalam mencapai tujuan “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan islam dan terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Swt.” Sebagai seorang kader HMI pada khususnya dan umat islam yang ada di indonesia pada umumnya, bagaimana kita bisa belajar, dan berproses di aktifitas setiap harinya, seperti diskusi, perkaderan, bakti sosial, dan pengabdian ke masyarakat seperti aksi. Merupakan sebuah proses pembelajaran dan pembentukan karakter. Sehingga apabila terwujudnya tujuan itu, maka berkurangnya atau bisa jadi sudah tidak lagi perpecahan antar umat, bangsa sendiri, dan bernegara.
Notulis Redaksi (Reni Mathofani)
Penulis (Amirul Majid)

Kamis, 20 Oktober 2016


PEMBUKAAN LATIHAN KADER I
(HMI KOMISARIAT TARBIYAH DAN KEGURUAN)


Latihan kader I (LK I) merupakan sebuah kegiatan wajib yang dilakukan oleh setiap pengurus komisariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Tepat pada tanggal 19 oktober 2016, Rabu kemarin Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan sedang melakukan pembukaan Latihan Kader I (LK I) yang bertempat di Pakem, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta.

Kegiatan ini diketuai oleh Kanda Muhammad Iqbal Fauzi, dan juga didampingi oleh para Steering Comite (SC), Kanda Ageng, Kanda Ari, Kanda Qodri, Yunda Umami, dan Yunda Ulfi. Harapan dari mereka semua acara ini bias berjalan dengan baik dari awal hingga acara selesai. Dan dapat mencetak kader sesuai tema kegiatan “Terbinanya Kader yang Berkepribadian Muslim dengan Kecerdasan Intelektual yang Sadar Akan Tanggungjawabnya sebagai kader Umat dan Bangsa”.

Sering kita dengar dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), bahwasannya “HMI itu berteman lebih dari pada saudara”. itu bener sekali. Hal itu dapat dilihat dari salah satu kegiatan HMI itu sendiri yang kebetulan dilakukan oleh HMI Komisariat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dihadiri oleh banyak komisariat lainnya diantaranya, komisarat (Ushuluddin, Febi, Saintek, Syari’ah, Fishum, Dakwah, dan Adab) , dan juga banyak dihadiri oleh HMI lainnya dibawah naungan HMI Cabang Yogyakarta. Yang menjadi hal yang paling menarik, setiap kegiatan yang dilakukan oleh setiap komisariat, sering dihadiri oleh banyak komisariat lainnya dan dilakukan secara bergilir. Semua itu dilakukan bukan hanya untuk membuang-buang waktu atau berrmai, ketemu dan bercanda. Tetapi di Himpunan (HMI) diajarkan nilai atau etika supaya bisa tetap bersatu dan menjalin persaudaraan dengan baik.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Tarbiyah dan Keguruan pada malam kemarin  bisa dikatakan istimewa, dengan alasan Komisariat Tarbiyah dan Keguruan dapat melaksanakan acara Latihan Kader I (LK I) di Homestay Tropical Resort. Dengan posisi tempat tamu sendiri yang bertempat ditaman disertai dengan lampu kuning yang indah jika dilihat di malam hari. Dan juga untuk konsumsi, Alhamdulillah bisa menjamu para tamu dengan baik. Semoga hal itu berkesan di kehadiran para tamu undangan untuk Komisariat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Dalam kegiatan ini juga dihadiri oleh Pimpinan Kordinator Komisariat (Korkom) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan juga dihadiri oleh Pimpinn Cabang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Seperti apa yang telah diucapkan oleh pimpinan HMI Cabang Yogyakarta “mahasiswa itu harus bersikap kritis, jangan pernah menunggu materi dari seorang dosen. Tetapi harus bisa aktif, untuk menjadi mahasiswa yang lebih aktif, maka harus sering membaca buku”. Mari Berhimpun !!! Salam Himpunan, Yakusa . . .



Penulis (Amirul Majid)

Kamis, 13 Oktober 2016

Belajar Sambil Bermain

Kalau dibilang sibuk ya sibuk, dan sebaliknya kalau dibilang santai ya santai. KOHATI komisariat Tarbiyah dan Ilmu Keguruan ini merupakan lembaga khusus yang dibawah naungan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Sabtu kemarin tepatnya pada tanggal 09 oktober 2016, ditengah kesibukan pengurus komisariat dalam mempersiapkan acara Latihan Kader 1 (LK I)  yang dibantu oleh para panita dalam menyukseskan acara tersebut. Kumpulan HmI-wati mebuat agenda yang sangat unik dan menarik. Mereka di tengah waktu luangnya dapat mempergunakan waktunya untuk berhibur sambil belajar, yaitu belajar merajut.
Kegiatan ini walaupun diadakan oleh Hmi-wati atau agenda dari KOHATI itu sendiri, tetapi terbuka untuk HmI-wan yang berminat. Saat itu dihadiri oleh ketua umum Hmi Komisariat Tarbiyah, beserta pengurus yang putra. Dan juga dihadiri oleh Pimpinan Umum Lembaga Pers Mahasiswa Islam (PU LAPMI EDUKASI) beserta pengurus putra lainnya. Berkreasi dalam seni memang tidak bisa disandarkan dengan yang bersifat normatif. Karena pada kebiasaan yang sering dilakukan merajut adalah kegiatan putri, lalu apakah merajut merupakan kegiatan putri. Jadi hal iu boleh saja, selama didalam kebaikan. Dan jangan salah,  bisa jadi laki-laki lebih mahir dalam hal merajut daripada perempuan.

Merajut merupakan suatu hal yang tidak mudah begitu saja, namun mebutuhkan kesabaran dan ketelitian yang luar biasa dalam melaksanakannya. Setiap memasukkan jarum ke satu lubang ke lubang lainnya, dan mengambil benangnya kembali itu bagi yang belum tebiasa akan terasa sulit. Jadi merajut dalam waktu 2 jam saat itu hanya dapat 2 garis atau 3 garis. Tapi tidak patahlah semangat, teman-teman tetap semangat dan senang untuk belajar. Meang benar seperti yang dikatakan oleh Yunda Khadijah selaku pembimbing kita dalam merajut ini, “kalau ingin merajut lebih mudah maka cintailah, dan jadikanlah itu sebuah hobi dan sesuatu yang menyenangkan. Kalau mulai jenuh dan capek, maka bayangkanlah hasil daripada rajutan itu sendiri. Maka akan memotivasimu untuk terus melanjutkan untuk merajut.” Memang luar biasa yunda yang satu ini, karena beliau menang sudah mahir dalam hal merajut, bahkan beliau juga sudah banyak menerima pesanan dari orang lain. Dan apa yang dikataan memang benar dan dapat menjadikan motivasi buat kita yang pemula, agar kita termotivasi dan tidak jenuh ketika sedang merajut.
Kegiatan ini sudah berjalan 2 kali pertemuan yang bertempat di Rumah Yunda Khadijah, beliau juga merupakan kader HmI yang berasal dari Aceh. Beliau juga memutskan merantau di kota Yogyakarta bersama adiknya dengan tujuan untuk memperbanyak pengalaman, dan sambil berusaha pembuatan pengrajian dari bahan rajutan, seperti tas, tempat HP, tempat laptop, bunga rajut dan lain sebagainya. Oleh karenanya KOHATI komisariat Tarbiyah dan Ilmu Keguruan ingin belajar darinya. Ayooo Merajut !!! 

Penulis (Amirul Majid)





Selasa, 19 April 2016




Selasa, 22 Maret 2016


Kajian akan minoritas di bangsa ini tidak pernah habisnya apalagi jika masuk keranah keyakinan sering berbuntut kerusuhan misalnya dari masalah Ahmadiyah, Syiah hingga Gafatar dan lainnya. Fenomena minoritas di Indonesia sangat banyak tidak hanya dalam kepercayaan atau keyakinan namun juga budaya diataranya suku anak dalam di Sumatera, suku Asmat di Papua, suku Dani di Wamena, suku Kubu di Jambi, bahkan juga minoritas dalam seksualitas seperti waria dan seterusnya.
Secara konstitusi minoritas berhak hidup apalagi dalam ranah keagamaan sebagaimna terungkap dalam UUD 1945 pasal 29 menegaskan akan hal itu namun secara sosial kemasyarakatan ternyata kebalikannya misalnya kejadian dengan kerusuhan yang menimpa komunitas Gafatar di Moton, Mempawah, Kalimantan Barat, demikian pula dengan Syiah di Sampang dan Bangil Jawa Timur serta yang masih terus dalam ingatan kita yang menimpa warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang Banten. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana mungkin konstitusi yang identik dengan identitas suatu bangsa justru terus dan terus dilanggar oleh bangsanya sendiri. Tulisan singkat ini memberikan salah satu alternatif bagaimana jalur pendidikan berperan aktif memberdayakan masyarakat agar bisa hidup dalam toleransi yang penuh kedamaian seperti yang diamanatkan dalam konstitusi.
Ada tiga cara mendidik anak didik generasi kedepan tentang bagaimana memahamkan akan hidup harmoni bersama dengan minoritas:
Pertama, tahap PAHAM, pada tahapan ini guru sebagai sang pendidik harus mempu memahamkan kepada peserta didik akan beragamnya keyakinan, dalam bahasa sederhana jangankan sesama penyembah Allah dan berkita suci Al Quran seperti Syiah dan Ahmadiyah, yang menganggap nabi Isa sebagai tuhan serta yang politheistik (bertuhankan banyak) pun, mereka berhak untuk memiliki keyakinan dan hidup bebas di Indonesia
Kedua, tahap BEBAS, harus dimengerti bahwa dalam setiap agama, kepercayaan/keyakinan pasti ada bentuk ibadah yang khusus diberikan kepada tuhan mereka. Dalam Islam salah satunya dikenal dengan Shalat, ibadah seperti ini dipastikan ada pada setiap keyakinan. Untuk itu kita harus menghargai ibadah mereka serta memberikan kebebasan dan sekaligus kesempatan pada pemeluknya untuk beribadah sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya.
Ketiga, tahap  DAMAI, setiap manusia/umat di bangsa ini perlu untuk hidup berdampingan secara damai dalam kehidupan sosial mereka, tidak memperdulikan apakah mereka beragama Islam, Kristen, Hindu, berpemahaman  Ahmadiyah, Syiah, dan seterusnya. Mereka semua butuh keluarga, teman, tetangga yang saling empati, tolong menolong antara satu dengan lainnya. Jadi banggalah kita bisa hidup bersama dalam toleransi dan damai dengan beragam keyakinan dan perbedaan.

            Jika anak didik kita dibekali tiga tahapan diatas yaitu Paham akan keberagaman dan Bebas menjalankan ibadahnya serta hidup dalam masyarakat yang Damai, maka konstitusi sebagai pondasi bangsa ini bukanlah utopi. Dengan demikian memahami minoritas tidak hanya sebatas konstitusi yang membolehkan mereka hidup di Indonesia seperti yang tercamtum dalam pasal 29 UUD 1945, namun juga perlu disiapkan generasi yang betul-betul mempraktekan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, dalam bahasa lain kaum minoritas hidup bersama dengan mayoritas dalam damai. Wallaua’lam

Banyaknya pemberitan media tentang isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) mendapatkan banyak respon publik yang beragam. Belum adanya kepastian putusan dari pemerintah membuat banyak masyarakat bingung untuk mengambil sikap. Ditengah kebingungan masyarakat, dua ormas islam terbesar Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah tegas mengambil sikap terkait isu LGBT.
Surat terbuka PBNU
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang diketuai olek KH Aqil Siradj menegaskan penolakannya terhadap eksistensi LGBT, dengan mengirimkan surat terbuka terhadap pemerintah dan DPR untuk melarang LGBT.
Berikut isi suratnya:
a.       Pemerintah mengambil langkah-langkah segera untuk menghentikan segala propaganda terhadap normalisasi LGBT dan aktivitas menyimpang serta melarang pihak-pihak yang mengampanyekan LGBT.
b.      Meminta masyarakat, LSM dan pegiat LGBT yang selama ini melakukan propaganda normalitas LGBT, membiarkan, menolak rehabilitasi dan mengampanyekannya untuk menghentikan kegiatannya.
c.       Meminta pemerintah mengawasi melarang bantuan dana dan intervensi asing yang menyokong aktivitas LGBT.
d.       Meminta DPR, khususnya yang berasal dari warga NU untuk memperjuangkan penyusunan UU yang intinya:
1.      Menegaskan larangan LGBT dan perilakunya sebagai kejahatan;
2.      Memberikan rehabilitasi kepada setiap orang yang memiliki kecenderungan LGBT untuk bisa normal kembali.
3.      Memberikan hukuman bagi setiap orang yang terus mempropagandakan dan mengampanyekan normalisasi LGBT, serta melarang aktivitasnya.
Muhammadiyah tolak LGBT
Sejalan dengan keputusan yang diambil PBNU, Muhammadiyah pun tegas menolak LGBT. Dalih HAM yang sering digunakan oleh kaum LGBT sebagai tameng, dibantah oleh ketua umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir.
"(Berdalih HAM) nggak bisa, HAM itu tidak bersifat absolut universal di sebuah negara," kata Haedar kepada Republika, Jumat (29/1). Ia menjelaskan, ketika suatu negara yang mayoritas penduduknya Muslim atau terdapat agama yang mengharamkan LGBT, maka HAM universal tidak berlaku. Apalagi, di Indonesia, terdapat Pancasila yang jelas-jelas mempunyai pemahaman nilai ketuhanan Yang Maha Esa.(Republika News, 30 Januari 2016).
Penolakan Muhammadiyah terhadap LGBT pun dikuatkan dengan pernyataan Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah. "LGBT haram hukumnya. Selain itu, akan berujung pada rusaknya tatanan sosial di masa yang akan datang”, tegasnya.
Meskipun belum adanya pernyataan resmi dari pemerintah terkait isu LGBT, sikap tegas dari kedua ormas islam ini diharapkan bisa menjadi obat bagi kebingungan sebagian masyarakat.
4 maret 2016
Ridwan Alawi Sadad




Sabuah perasaan hadru
Yang menyelimuti wajah sendu
Karena jiwa dan raga tak bersatu
Dipisahkan oleh ruang dan waktu

Rindu….
Kehadiranmu selalu ditunggu-tunggu
Layaknya sabu-sabu yang didambakan pecandu
Karena engkau pemuas nafsu
Mengobati kalbu mereda pilu

Rindu….
Aku tak mampu melenyapkanmu
Engkau selalu menggerogoti kalbu
Menjadikan galau dimalam syahdu
Membuat madu menjadi empedu

Rindu….
Rindu itu candu


Senin, 07 Maret 2016



Achmad Sudjipto, lahir pada tahun 1930 di Purbalingga sebuah daerah di Jawa Tengah dan memulai hidup di Yogyakarta pada tahun 1952. Beristrikan seorang wanita cantik bernama sri rahayu yang juga berasal dari purbalingga. Kini Achmad Sudjipto telah di karuniani 7 anak dan ditambah keramaian 15 cucu-cucunya. Anak dari  Ibu Siti Katimah dan Suhardi Sudiarjo.  Pada masa penajajahan ibunyalah yang sudah membantu mengasuhi para jenderal pada saat peperangannya dan ayahnya berprofesi menjadi guru Sekolah Dasar (Eurospeesch Lagere School).
Dalam riwayat pendidikannya Achmad Sudjipto menempuh pendidikan pertama Sekolah Dasar (Eurospeesch Lagere School) masa belanda. Di lanjutkan Sekolah Menengah Pertama yang pada saat itu berkawasan di selatan Gadjah Mada (Pogung). Sekaligus Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta. Setalah menyelesaikan pendidikan tiga tingkat tersebut Achmad Sudjipto  melanjutkan ke PTAIN Yogyakarta (sekarang UIN SUNAN KALIJAGA) dengan alasan ingin medalami agama. Di awal masuk PTAIN dosen-dosen berasal dari guru besar Turki, Mesir  dan jumlah mahasiswa pada saat itu masih terbilang kurang lebih 20 mahasiswa. Selama menyeleasikan pendidikannya, Achmad Sudjipto mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), untuk mendukung peran sertanya sebagai pelaku sejarah kemerdekaan Indonesia dalam mengahadapi berbagai Negara yang menjajah Indonesia.
Pada tahun 1970-1980-an beliau menjabat sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah di PTAIN (UIN SUNAN KALIJAGA), Kepala Pengabdian dan Dakwah , serta sebagai  Dekan Fakultas Tarbiyah di  UII.
Berkat kemandiriannya berwirausaha sejak kecil serta membiasakan untuk melaksanakan puasa 4 hari dalam seminggu, Achmad Sudjipto berhasil membangun toko bersama sang istri. Saat ini took tersebut di kelola oleh anaknya.
Achmad Sudjipto adalah salah satu orang yang pernah menyaksikan bahkan juga mengalami sejarah kemerdekaan bangsa ini. Mengingat pengalaman pada masa kolonialisme beliau berpesan bahwa tugas kali yang di emban untuk para pemuda-pemuda saat ini adalah mengisi kemerdekaan. Pengalaman itu sangat berharga dari 1 pengalaman bisa mengalahkan 100 teori.